A. Konsep Pendidikan dalam Keluarga Menurut Islam
Dalam ajaran Islam, anak merupakan amanah Allah yang harus dipertanggungjawabkan. Dlaam ruang lingkup keluarga, orang tua bertanggung jawab terhadap pertumbuhan, perkembangan dan kesempurnaan pribadi anak menuju kematangannya. Secara umum, inti dari tanggung jawab itu adalah penyelenggaraan pendidikan bagi anak-anak di dalam rumah tangga.
Keluarga merupakan lembaga pendidikan pertama bagi anak. Karena secara kodrati, keluarga merupakan absis penentu dalam pengembangan pendidikan anak pada masa depan. Dalam keluarga terjadai intraksi antara satu dengan lainnya sehingga terjadi proses transformasi nilai, baik spritual maupun sosio kultural.
Secara umum, dunia mengakui pendidikan sidini mungkin sangat penting bagi anak. Disisi lain, Islam mengajarkan lebih dari itu, bahwa pendidikan itu telah berlangsung sejak dalam kandungan. Ini sejalan dengan hadits Rasulullah saw, yang artinya: “Tuntutlah ilmu dari buaian hingga liang lahad”. Lebih jauh lagi, sebelum memilih jogohpun seseorang harus mempersiapkan diri sebaik-baiknya dan menjaga dirinya dari hal-hal yang dilarang agama. Ini merupakan bentuk pembiasaan diri yang dimulai dari diri sendiri demi mempersiapkan keturunannya kelak. Begitu juga dalam memilih jodoh, Islam menetapkan beberapa syarat yang juga memberi implikasi terhadap kualitas keturunan kelak.
Dalam konteks edukatif, maka sebuah keluarga muslim yang paling utama adalah berfungsi dalam memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral dan keterampilan. Rasulullah saw bersabda:
ﻋﻟﻣﻭٰﺍﻭﻻﺩﻛﻡﻭﺍﻫﻟﻳﻛﻡﺍﻟﺧﻴﺭﻮﺍﺩﺑﻭﻫﻡ
“Ajarkanlah kebaikan kepada anak-anak kamu dan keluarga kamu dan didiklah mereka. (H.R. Abdur Razaq dan said bin Mansur).
Hadits di atas menunjukkan bahwa Islam senagat memperhatikan pendidikan anak dalam keluarga. Kita tentu sepakat bahwa tidak ada yang lebih berbahaya terhadap masyarakat daripada kerusakan anak-anak sebagai generasi pengganti dan pemimpin masa depan kita. Oleh karena itu, Islam sangat memperhatikan hal ini dengan perhatian yang khusus dari sisi pendidikan mereka. Yakni dengan pendidikan yang memberikan jaminan keamanan dan kebahagian bagi kaum muslim. Cikal bakal pendidikan anak dimulai dari dalam setiap rumah tangga di bawah naungan kedua orang tuanya.
B. Ornag Tua Sebagai Central Teacher dalam Keluarga
Di dalam keluarga, orang tua berperan sebagai pendidik yang utama bagi anak-anaknya. Idealnya orang tua diharapkan dapat membimbing, mendidik, melatih dan mengajar anak dalam masalah-masalah yanga menyangkut pembentukan kepribadian dan kegiatan belajar anak.
Pendidikan dalam keluarga adalah upaya pembinaan yang dilakukan orang tua terhadap anak agar dapat tumbuh dan berkembanga sebagaimana mestinya. Seluruh potensi anak dapat berkembang, yaitu jasmani, akal dan rohani. Ketida aspek ini merupakan sasaran pendidikan di dalam keluarga yang harus diperhatikan setiap orang tua.
Dalam konteks fungsi edukatif, maka sebuah keluarga muslim (dalam hal ini orang tua) yang paling utama berfungsi dalam memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral dan keterampilan. Berkaitan dengan pemberian keyakinan agama, sesungguhnya anak memang dilahirkan dalam keadaan fitrah maka orang tuanyalah melalui pendidikan di keluarga yang akan menentukan apakah anak tersebut akan menjadi muslim, nasrani, majusi atau yahudi.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa peran orang tua dalam pendidikan anak di keluarga sangatlah besar. Tidak berlebihan apabila dikatakan bahwa orang tua adalah central teacher dalam keluarga. Hal ini disebabkan setiap anak mendapatkan pendidikan pertama kali dan biasanya yang paling membekas dari orang tuanya.
Orang tua menjadi pendidik pertama dan utama. Kaedah ini ditetapkan secara qodrati, artinya orang tua tidak dapat berbuat lain, mereka harus menempati posis itu dalam keadaan bagaiamanapun juga. Karena mereka ditakdirkan menjadi orang tua anak yang dilahirkan. Oelh karena itu, mau tidak mau mereka harus menjadi penanggung jawab pertama dan utama. Kaedah ini diakui oelh semua agama dan semua sistem nilai yang dikenal manusia.
Ada pribahasa yang mengatakan “buah tidak jauh jatuh dari pohonnya”, artinya, seorang anak tidak akan jauh berbeda dengan watak, tabiat dan kebiasaan orang tuanya. Karena itu, pendidika keluarga yang diberikan oelh orang tua akan berimbas sangat besar terhadap anaknya. Proses pendidikan yang diberikan oelh orng tua kepada anaknya dapat melalui beberapa alat pendidikan (non fisik), yaitu, keteladanan, pembiasaan, hukuman dan ganjaran, dan pengawasan. Alat pendidikan non fisik ini dapat difungsikan oleh orang tua di rumah (dalam keluarga) untuk mempengaruhi anak agar melaksanakan nilai-nilai kebaikan dan membina perkembangan potensi dirinya.
Bila alat pendidikan non fisik ini dimanfaatkan secara maksimal oleh orang tua ke arah yang positif maka akan berimbas positif pula terhadap perkembangan anak. Sebaliknya jika alat pendidikan non fisik ini disalah gunakan oleh orang tua, maka akan berdampak negative terhadap diri anak. Contohnya bila orang tua memberi keteladanan dengan sikap dan perbuatan yang baik, maka anak akan cenderung untuk mengikuti sikap dan perbuatan baik tersebut. Begitu juga sebaliknya.
C. Urgensi Penerapan/ Pembinaan Pendidikan Agama terhadap Anak dalam Keluarga
Pendidikan agama merupakan pendidikan dasar yang harus diberikan kepada anak sejak dini mengingat bahwa pribadi anak masih mudah untuk dibentuk. Setiap anak berada di bawah pengaruh lingkungan keluarganya. Keluarga merupakan lembaga yang sangat strategis dalam proses pendidikan bagi anak. Mengingat fungsi strategis tersebut, maka pendidikan agama yang merupakan pendidikan dasar harus dimulai dari lingkungan keluarga oleh orang tua.
Pendidikan agama dan spritual termasuk bidang-bidang pendidikan yang harus dapat perhatian penuh dari keluarga terhdap anak-anaknya. Pendidikan agama dan spritual ini berarti membangkitkan kekuatan dan kesediaan spritual yang bersifat naluri yang ada pada anak-anak melalui bimbingan agama dan pengamalan ajaran-ajaran agama.
Dari segi kegunaan, pendidikan agama dalam rumah tangga berfungsi sebagai berikut:
# Penanaman nilai dalam arti pandangan hidup yang kelak mewarnai perkembangan jasmani dan akalnya.
# Penanaman sikap yang kelak menjadi basis dalam menghargai hidup dan pengetahuan di sekolah.
Pembinaan pendidikan bagi anak di dalam keluarga memiliki kedudukan yang sangat urgen, keluarga menjadi lembaga pendidikan pertama dan utama bagi anak. Karena itu, pendidikan agama idealnya ditanamkan pertama kali di dalam keluarga.
Bekal pendidikan yang diperoleh anak dari lingkungan keluarga akan memberinya kemampuan untuk menentukan arah di tengah-tengah kemajuan yang demikian pesat. Keluarga muslim merupakan keluarga-keluarga yang mempunyai tanggung jawab yang besar dalam mendidik generasi-generasinya untuk mampu terhindar dari berbagai bentuk tindakan yang menyimpang. Oleh sebab itu, perbaikan pola pendidikan anak dalam keluarga merupakan sebuah keharusan dan membutuhkan perhatian yang serius. Hal yang tidak bisa kita abaikan adalah bahwa tujuan utama pembinaan pendidikan agama dalam keluarga adalah penanaman iman dan akhlaq terhadap diri anak.
Pembentukan kepribadian anak sangat erat kaitannya dengan pembinaan iman dan akhlak yang ditanamkan melalui pendidikan agama. Secara umum, pakar-pakar kejiwaan berpendapat bahwa kepribadian merupakan suatu mekanisme yang mengendalikan dan mengarahkan sikap dan prilaku seseorang. Keperibadian terbentuk melalui semua pengamalan dan nilai-nilai yang diserap dalam pertumbuhannya, terutama pada tahun-tahun pertama umurnya. Apabila nilai-nilai agama banyak masuk ke dalam pembentukan kepribadian seseorang, tingkah laku orang tersebut akan diarahkan dan dikendalikan oleh nilai-nilai agma. Di sinilah letak urgensi pembinaan pendidikan agama terhadap anak di dalam keluarga, khususnya pada masa-masa perkembangan dan pertumbuhan anak tersebut. Oleh sebab itu keterlibatan orng tua dalam pembinaan pendidikan anak di keluarga sangat diperlukan.
Sedangkan menurut al-Qurasyi ada tiga tugas keluarga (orang tua), yaitu:
1. keluarga bertanggung jawab menyelamatkan faktor-faktor ketenangan, cinta kasih, serta kedamaian dalam rumah, dan menghilangkan segala macam kekerasan, kebencian dan antagonisme.
2. Keluarga harus mengawasi proses-proses pendidikan.
3. Keluarga harus memberikan porsi yang besar pada pendidikan akhlak, emosi serta agama anak-anak di sepanjang tingkat usia yang berbeda-beda.
D. Pendidikan Pra Natal
Pendidikan merupakan suatu proses yang terdiri dari beberapa fase secara garis besar ada dua fase dalam pelaksanaan proses pendidikan, yaitu pendidikan pra natal 9pra konsepsi dan pasca konsepsi) dan pendidikan pasca natal (pendidikan setelah kelahiran).
Fase pranatal adalah fase sebelum kelahiran anak. Fase pranatal terbagi kepada dua masa pra konsepsi (masa sebelum terjadinya pertemuan antara sperma dan sel ovum) dan masa pasca konsepsi (masa kehamilan).
Pada masa pra konsepsi berkait erat dengan tujuan pernikahan. Pernikahan di dalam Islam salah satu tujuannya adalah untuk memelihara keturunan. Karena itu, mulai proses memilih jodoh telah berorientasi pada kepedulian utama dalam merancang pendidikan anak. Mulai proses persiapan diri seorng mukmin untuk menikah, memilih jodoh, pernikahan sampai ketika telah diporbelehkan melakukan hubungan suami istrei dalam konsep Islam terdapat nilai-nilai pendidikan yang sangat berharga yang berimplikasi pada kualitas keturunan.
Nilai-nilai pendidikan itu terdapat antara lain pada konsep Islam dalam menentukan syarat-syarat memilih jodoh yang mengutamakan agama sebagai kriteria yang tidak dapat ditawar-tawar, ta’aruf dan peminangan untuk lebih mengetahui latar belakang calon pasangan hisup yang akan dinikahi, resepsi atau walimatul ‘ursy yang dilengkapi dengan khutbah pernikahan, bahkan setelah halal melakukan persetubuhanpun Islam mengajarkan agar membaca doa sebelumnya sehingga pasangan suami isteri dan anak yang (mungkin) akan dikaruniakan Allah SWT dijauhkan dari syaitan.
Pendidikan pada masa pasca konsepsi bersifat tidak langsung (indirect education). Pada fase pranatal pasca konsepsi terjadi pertumbuhan yang penting di dalam rahim ibu. Suasana kesehatan dan kejiwaan ibu sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak dalam rahimnya. Rangsangan yang diberikan ibu kepada anaknya dalam rahim sangat penting bagi perkembangan selanjutnya. Ibu sebaiknya mengaktifkan komunikasi pada anak sejak dalam rahim.
Memasuki bulan keenam dan ketujuh pada masa kehamilan, bayi mulai mendengar suara-suara seperti detak jantung ibu, suaru usus dan paru-paru, dan juga suara lain di luar rahim. Semua itu didengarkan melalui getaran ketuban yang ada dalam rahim. Suara ibu adalah suara manusia yang paling jelas di dengar anak, sehingga suara ibu menjadi suara manusia yang paling disukai anak. Anak menjadi tenang ketika ibunya menepuk-nepuk perutnya sambil membisikkan kata-kata manis. Hal ini akan menggoreskan memori di otak anak. Semakin sering hal itu diulang semakin kuat getaran itu pada otak anak. Kemampuan mendengar ini sebaiknya digunakan oleh ibu untuk membuat anaknya terbiasa dengan ayat-ayat al-Qur’an. Karena suara ibulah yang paling jelas maka yang terbaik bagi anak dalam rahim adalah bacaan ayat al_qur’an oleh ibunya sendiri, bukan dari tape, radio atau dari yang lain. Semakin sering ibu membaca al-Qur’an selama kehamilan, semakin kuatlah getaran memori al-Qur’an di otak anak.
Selain membaca al-Qur’an orang tua dapat memberikan pendidikan pada fase pasca konsepsi dengan mendoakan anak di dalam kandungannya, menjaga kesehatan dan memakan makanan yang bergizi (halal dan baik), meluruskan niatnya dengan ikhlas merawat kandungannya semata karena Allah, mendekatkan diri kepada Allah baik dengan ibadah-ibadah wajib maupun memperbanyak ibadah sunnah serta berakhlak mulia sehingga memberi pengaruh postitif kepada anak di dalam kandungannya.
E. Pendidikan Pasca Natal
Pendidikan pasca natal terbagi menjadi lima fase, yaitu:
1. Pendidikan bayi (infancy or babyhood)
Fase ini berlangsung sejak anak tersebut lahir sampai berumur dua tahun. Pada fase ini anak didominasi oleh aktivitas merekam. Pada umumnya setiap bayi sangat tergantung pada bantuan orang lain terutama ibunya.
Bagi anak yang baru lahir, beberapa pesan dianjurkan Rasulullah saw, agar diterapkan yang merupakan pelaksanaan pendidikan bagi bayi, diantaranya:
- Azan dan iqomat, yang mengandung hikmah memberikan seruan suci untuk beribadah kepada Allah SWT. Melalui azan dan iqamat seorang anak dikenalkan kepada rabbnya.
- Mencukur rambut bayi, yang mengandung unsur kebersihan dan kesehatan.
- Tasmiyah, memberi nama yang baik kepada anak karena nama merupakan cerminan harapan do’a. memberikan nama yang baik mengandung unsur pendidikan yang memberi pengaruh terhdap anak kelak di masa dewasa, diharapkan anak akan tumbuh sesui denga kabaikan yang tecermin dari namanya.
- Aqidah, ini mengandung hikmah pengorbanan dan tanggung jawab orang tua kepada anaknya serta indikator ketaqwaan kepada Allah SWT.
- Khitan, unsur pendidikan dari khitan ini melatih anak mengikuti ajaran Rasul, khitan membedakan pemeluk Islam dan pemeluk agama lain, khitan merupakan pengakuan penghambaan manusia terhadap Allah SWT, khitan membersihkan badan dan berguna bagi kesehatan.
- Menyusui, mengandung unsur pendidikan yang sangat baik, terutama curahan kasih sayang kepada anak yang dapat mempengaruhi perkembangan jiwa anak. Selain itu, ASI juga bak untuk kesehatan, pertumbuhan, perkembangan fisik bahkan kecerdasan anak.
2. Pendidikan Kanak-kanak (early childhood)
Masa kanak-kanak berlangsung dari usia 2-5 atau 6 tahun dan disebut juga dengan masa estetika, ams indera dan masa menentang orang tua. Pada fase ini anak didominasi oleh aktivitas merekam dan meniru. Umumnya perkembangan anak lebih cepat, sehingga aktivitas meniru muncul lebih cepat. Pada masa-masa inilah lingkungan keluarga memberikan nilai-nilai pendidikan lewat kehidupan sehari-hari. Semua orang yang berada di lingkungan keluarga khususnya memberikan perlakuan dan keteladanan yang baik secara konsisten. Ketika anak sudah mulai bermain di luar rumah, kelarga harus bisa membentengi anak dari nilai-nilai atau contoh buruk yang ada di luar.
Manurut Fatima Harren fase ini merupakan fase cerit dan pembiasaan. Pada saat inilah terdapat lapangan yang luas bagi orang tua untuk menggali cerita-certia al-Qur’an dan sejarah perjuangan Islam.
Pada usia ini sangat disarankan agar dalam mendidik anak, orang tua tidak boleh terlalu lembut ataupun terlalu ekstrim. Orang tua harus memahami bahwa anak di usia ini sangat senang bermain. Hendaknya orang tua bisa bijaksana dengan menanamkan nilai-nilai pendidikan agama kepada anak sambil bermain sehingga anak tidak merasa bosan dan terpaksa. Kebiasaan dan pembiasaan pada anak akan sangat menetukan bagi keberhasilan pendidikan agamnya pada masa itu.
3. Pendidikan Anak-anak (late-childhood)
Fase ini terjadi pada usia 6-12 tahun. Pada fase ini anak diajarkan adab, sopan santun, akhlak, juga merupakan masa pelatihan kewajiban seorang muslim seperti shalat dan puasa.
Rasulullah saw bersabda yang artinya:
“ Apabila abak telah mencapai usia enam tahun, maka hendaklah diajarkan adab dan sopan santun”. (H.R. ibnu hibban).
Pada hadits yang lain, yang artinya:
“ Suruhlah anak-anakmu mengerjakan shalat pada usia tujuh tahun dan pukullah mereka pada usia sepuluh tahun bila mereka tidak sholat, dan pisahkan mereka dari tempat tidurnya (laki-laki dan perempuan)”. (H.R. Al-Hakim dan Abu Dawud).
Pada fase ini merupakan masa sekolah dasar bagi anak. Pada usia sekolah ini anak sudah berhubungan dengan temannya dalam kelompok bermain yang dpaat dimanfaatkan untuk menemkan pendidikan Islam, seperti rekreasi bersama untuk memperkenalkan keindahan alam ciptaan Allah, kerjasama dalam rangka berpartisipasi dalam sociaal keagamaan dan sebagainya.
Pada fase ini orang tua dituntut untuk :
- mengembangkan rasa iman dalam diri anak-anak
- Membiasakan anak-anak melakukan amalan-amalan sebagai permulaan hidup menurut Islam yang diridhoi Allah SWT.
- Memberikan bimbingan dalam menegakkan sifat-sifat kemasyarakatan anak.
- Memupuk kecerdasan, kecekatan dan keterampilan melalui latihan-latihan panca indra.
- Membantu anak mencapai kematangan fisik dan mental untuk belajar di sekolah.
- Membimbing dan membantunya dalam belajar di sekolah sesuai dengan tingkatannya sehingga dapat berprestasi di sekolahnya dan mencapai kesuksesan di masyarakat sesudahnya.
Adapun metode pendidikan yang dapat diterapkan pada fase ini yaitu keteladanan, pembiasaan dan latihan, kemudian serta berangsur-angsur diberikan penjelasan secara logis maknawai.
4. Pendidikan Remaja (Adolencence)
Fase ini umumnya berada antara laki-laki dan perempuan. Untuk laki-laki berusia mulai 13-22 tahun dan untuk perempuan 12-21 tahun. Pada fase ini si anak perlu mendapat bimbingan dan arahan dari orang tua secara arif dan bijaksana, sebab pada fase remaja ini anak akan mengalami perubahan-perubahan, baik jasmani maupun rohani. Fase ini sangat membutuhkan keteladanan dari orang tua, sebab orang tua adalah figur sentral yang menjadi pedoman bagi anak.
Fase remaja merupakan fase yang penuh gejolak. Anak di usia remaja umumnya sengat labil dan sibuk mencari jati dirinya, ego dan emosinya meninggi serta memiliki sikap mencoba-coba dan keingintahuan yang tinggi. Karena itulah dibutuhkan pengarahan dan pendidikan yang lebih intens bagi mereka.
Pada fase remaja anak dididik untuk memiliki sikap tanggung jawab dan memahami nilai-nilai ajaran agama. Perkembangan agama pada masa ini sangat penting. Apabila pemahaman dan pengamalan agama anak telah dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari kepada mereka, maka masalah pembinaan agama telah dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari kepada mereka, maka masalah pembinaan akhlak akan lebih mudah dilakukan, karena mereka telah terlatih memahami perintah agama dan men jauhi larangannya.
5. Pendidikan Dewasa
Fase dewasa terbagi tiga, yaitu:
# Dewasa awal (early adulthood), terjadi pada usia 21-40 tahun.
# Masa setengah baya (middle age), berlangsung antara usia 40-60 tahun dan biasanya orang-orang pada usia ini dikatakan mengalami pubertas kedua.
# Masa tua (old age/ senescence), berlangsung antara usia 60-wafat.
Pendidikan bagi orang dewasa dapat dilakukan melalui majelis ilmu, karena majelis ilmu sarat dengan dzikrullah sehingga memperoleh ketenangan jiwa dan jauh dari hinar binger dunia. Pada fase ini sebenarnya manusia sudah cukup matang, apalagi biasanya fase ini minimal menjalani setelah memasuki perguruan tinggi, dan dia telah mendapat bimbingan akhlak, moral dan agama sejak dini dari orang tuanya. Namun, pada fase dewasa manusia tetap membutuhkan pendidikan dan nasehat dari orang tua atau keluarganya terutama apabila ia melakukan kesalahan karena lupa atau lalai.
Memasuki usia dewasa bukan berarti mengakhiri kewajiban menjalani proses pendidikan. Islam mengajarkan bahwa pendidikan berlangsung seumur hidup dan tidak akan berhenti sebelum nyawa berpisah dari badan.
Dalam suatu hadits Rasulullah memerintahkan untuk mengajarkan kalimat Lailahaillallah kepada mukmin yang berada diambang kematian. Ini adalah batas akhir bagi pendidikan orang dewasa.
Keluarga adalah tempat untuk mencurahkan segalanya. Keluarga terdiri
dari ayah, ibu, dan anak (kakak atau adik), yang dimaksud dengan keluarga disini
adalah keluarga inti, yakni ayah dan ibu atau orang tua. Orang tua adalah orang
yang pertama kali di kenal oleh anak dalam lingkungan keluarga, maka
bimbingan dan arahan sebaik mungkin harus diberikan kepada anak. Anak
merupakan anugrah dari Allah SWT, oleh karena itu sudah menjadi tanggung
jawab orang tua untuk merewat, menjaga dan mendidik mereka sebaik-baiknya
berdasarkan pada ajaran Islam. Perhatian dan bimbingan yang selalu terarah pada
anak akan memegang peranan yang penting dalam menerapkan pendidikan agama
pada anak usia dini. Rumusan masalah dalam penelitian ini: 1). Bagaimana
pelaksanaan pendidikan agama Islam pada anak usia dini di desa pacekulon
kecamatan pace Nganjuk?, 2). Bagaimana peran keluarga dalam menerapkan
pendidikan agama Islam pada anak usia dini di desa pacekulon pace Nganjuk?, 3).
Apa factor pendukung dan penghambat dari peran keluarga dalam menerapkan
pendidikan agama Islam pada anak usia dini di desa pacekulon pace Nganjuk?.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Dalam usaha
mendapatka sumber data, penulis menggunakan sample pusposif, adapun prosedur
pengumpulan datanya melalui metode observasi, interview, dan dokumentasi.
Sedangkan teknik analisis datanya peneliti menggunakan kualitatif deskriptif,
selanjutnya untuk pengecekan keabsahan datanya peneliti menggunakan metode
triangulasi sumber data.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa: 1) Pelaksanaan pendidikan
agama Pertama-tama anak diajarkan dengan hal-hal yang mudah difahami,
misalnya mengucapkan Asma Allah dan hal yang dekat dengan mereka,
Pembinaan, Pembiasaan, Pengawasan, dan anak juga disuruh untuk mencari ilmu
dengan belajar di musholla, agar wawasan agamanya luas. 2) Keluarga, khususnya
orang tua mempunyai peran yang sangat penting dalam menerapkan pendidikan
agama Islam pada anak usia dini, karena orang tua adalah pendidik yang pertama
dan utama bagi anak-anaknya serta merupakan cerminan dari segala tingkah laku
anak-anaknya. 3) factor pendukung dan penghambat ada yang dari interen
maupun eksteren, factor pendukung interen: dari orang tua dan antar keluarga
adanya rasa kerjasama yang kuat dan tanggung jawab yang hebat dan dari anak
sendiri adanya rasa keinginan untuk balajar dan selalu ingin tahu.dan pendukung
eksterennya: tersedianya sarana pendidikan, tersedianya sarana ibadah. Sedangkan
factor penghambat interen: dari orang tua kurangnya perhatian dan pemahaman
dalam mendidik anak, dari anak itu sendiri, anak masih senang bermain-main
dalam belajar. Dan penghambta eksteren: terbatasnya sarana pendidikan,
minimnya tenaga pengajar dan keadaan ekonomi yang kurang baik.
Dari hasil penelitian ini, peneliti meberikan kesimpulan bahwa peran
keluarga (orang tua) dalam menerapkan pendidikan agama pada anak usia dini
sangatlah penting. Hal tersebut merupakan tanggung jawab yang besar bagi orang
tua. Karena orang tua kewajiban menjadikan anaknya sebagai sosok manusia yang
beriman. Hal tersebut merupakan salah satu tujuan orang tua dalam menerapkan
pendidikan agama anak usia dini karena anak harus dikenalkan, di pupuk dan
dipondasi dengan ilmu agama yang kuat. Dan karena merupan anugrah dari Allah
SWT yang wajib di rawat, dan dididik dengan baik dan benar.
gsi keluarga dalam pembentukan kepribadian dan mendidik anak di rumah:
- Sebagai pengalaman pertama masa kanak-kanak
- Menjamin kehidupan emosional anak
- Menanamkan dasar pendidikan moral anak
- Memberikan dasar pendidikan sosial
- Meletakan dasar-dasar pendidikan agama
- Bertanggung jawab dalam memotivasi dan mendorong keberhasilan anak
- Memberikan kesempatan belajar dengan mengenalkan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi kehidupan kelak sehingga ia mampu menjadi manusia dewasa yang mandiri.
- Menjaga kesehatan anak sehingga ia dapat dengan nyaman menjalankan proses belajar yang utuh.
- Memberikan kebahagiaan dunia dan akhirat dengan memberikan pendidikan agama sebagai tujuan akhir manusia.
Fungsi keluarga/ orang tua dalam mendukung pendidikan anak di sekolah :
- Orang tua bekerjasama dengan sekolah
- Sikap anak terhadap sekolah sangat di pengaruhi oleh sikap orang tua terhadap sekolah, sehingga sangat dibutuhkan kepercayaan orang tua terhadap sekolah yang menggantikan tugasnya selama di ruang sekolah.
- Orang tua harus memperhatikan sekolah anaknya, yaitu dengan memperhatikan pengalaman-pengalamannya dan menghargai segala usahanya.
- Orang tua menunjukkan kerjasama dalam menyerahkan cara belajar di rumah, membuat pekerjaan rumah dan memotivasi dan membimbimbing anak dalam belajar.
- Orang tua bekerjasama dengan guru untuk mengatasi kesulitan belajar anak
- Orang tua bersama anak mempersiapkan jenjang pendidikan yang akan dimasuki dan mendampingi selama menjalani proses belajar di lembaga pendidikan.
Pendampingan orang tua dalam pendidikan anak diwujudkan dalam suatu cara-cara orang tua mendidik anak. Cara orang tua mendidik anak inilah yang disebut sebagai pola asuh. Setiap orang tua berusaha menggunakan cara yang paling baik menurut mereka dalam mendidik anak. Untuk mencari pola yang terbaik maka hendaklah orang tua mempersiapkan diri dengan beragam pengetahuan untuk menemukan pola asuh yang tepat dalam mendidik anak.
Fenomena ini banyak mengelirukan segolongan kita yang kadang kala terperangkap dalam himpitan kalam-kalam yang cuba membawa suatu motif tertentu. Iman, Ilmu, Amal. Sebuah trilogi yang tidak dapat di pisahkan. Saling terkait. Iman tanpa ilmu, sesat. Ilmu tanpa Amal, sesat. Amal tanpa ilmu, taklid. Secara susunan nya kadang kala ia terlalu dipertikai akan kepentiangan untuk menyusun nya. Ada menyatakan ilmu itu dahulu dari iman , dan ada menyatakan iman dahulu dari amal. Apapun yang pasti ketiga ini berkait antara satu sama lain.
ILMU Ilmu sesuatu yang sering diutamakan. Tidak dipelihara dengan baik. Kadang ilmu hanya dijadikan sesuatu yang nisbi. Ada tapi tidak ada atau Tidak ada tetapi ada? Tetapi yang pasti adalh ilmu itu satu kewajipan yang tidak bole di pertikai kerana terdapat bukti dan dalil yang pasti semua mengetahuinya. Akhir-akhir ini satu fenomena yang ditemui, yang membuat kita ketahui bahawa kadang-kadang seseorang tidak faham dengan ilmu yang dipelajarinya. Untuk apa ilmu itu digunakan? Akan bagaimana bila mengamalkan ilmu itu? Fenomena klasik, tapi tetap membuat kita tidak habis ber fikir. Belajar, mencari ilmu kadang di jadikan formula belaka. Kerana maruah, harga diri, atau bahkan desakan dari pihak orang lain, orang tua, suami, isteri, desakan majikan ,dan lain-lain lagi. Pada akhirnya ilmu tidak meresapi dalam diri. Tidak meninggalkan bekas. Bahkan mungkin, tidak menjadikan diri lebih baik. IMAN Iman pula melahirkan penyaksian mata hati (musyahadah) terhadap ketuhanan Allah s.w.t pada setiap pandangan kepada segala perkara. Allah s.w.t berfirman: Wahai orang-orang yang beriman! Tetapkanlah iman kamu kepada Allah dan Rasul-Nya… (Ayat 136 : Surah an-Nisaa’) Sabda rasulullah : “Allah tidak menerima iman tanpa amal perbuatan dan tidak pula menerima amal perbuatan tanpa iman”…. [HR. Ath-Thabrani] Ayat di atas ditujukan kepada orang yang sudah beriman. Mereka sudah pun beriman tetapi masih digesa supaya beriman. Iman pada tahap permulaan berdasarkan dalil-dalil dan pembuktian. Kemudian mereka diajak pula kepada iman dengan penyaksian mata hati, menyaksikan Rububiyah yang tidak pernah berpisah daripada ubudiyah. Tanpa penyaksian terhadap Rububiyah segala amal tidak berguna kerana orang yang beramal menisbahkan amal itu kepada dirinya sendiri, sedangkan tiada yang melakukan sesuatu melainkan dengan izin Allah s.w.t, dengan Kudrat dan Iradat-Nya, dengan Haula dan Kuwwata-Nya. Himpunan amal sebesar gunung tidak dapat menandingi iman yang sebesar zarah. Orang yang beriman dan menyaksikan Rububiyah pada segala perkara dan semua amal itulah orang yang memperolehi nikmat yang sempurna lahir dan batin, kerana hubungannya dengan Allah s.w.t tidak pernah putus. Orang inilah yang berasa puas dengan berbuat taat kepada Allah s.w.t dan berasa cukup dengan-Nya, kerana tiada Tuhan melainkan Allah s.w.t dan tidak berlaku sesuatu perkara melainkan menurut ketentuan-Nya. Apa lagi yang patut dibuat oleh seorang hamba melainkan taat kepada-Nya dan menerima keputusan-Nya. Kesimpulannya iman merupakan penentu sah sesuatu amalan seorang hamb a yang mengaku iman kepadaNYA AMAL Amal merupakan satu aplikasi yang hasil dari gabungan ilmu dan iman kerana kebenaran iman dapat di lihat amal soleh seseorng .Allah bersumpah demi sesungguhnya manusia itu rugi andai beriman tanpa amal Allah SWT berfirman, "Demi masa. Sesungguhnya manusia berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran." (Surah Al-Asr : 1-3). “Allah tidak menerima iman tanpa amal perbuatan dan tidak pula menerima amal perbuatan tanpa iman”…. [HR. Ath-Thabrani] Berdasarkan bukti dan dalil di atas tidak sempurna iman dan ilmu seseorng itu melainkan dengan disulami dengan amal yang terhasil kefahaman dari ilmu ,dan penyatuan yang hadir hasil penyaksian bahawa ianya benar dan hasilnya , anggota badan itu yang bergerak demi merealisasikan ilmu dan iman dengan amal nya . HUBUNGAN ILMU ,IMAN dan AMAL . Tentang hubungan antara iman dan amal, demikian sabdanya, “Allah tidak menerima iman tanpa amal perbuatan dan tidak pula menerima amal perbuatan tanpa iman”…. [HR. Ath-Thabrani] kemudian dijelaskannya pula bahwa: “Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim”…. [HR. Ibnu Majah dari Anas, HR. Al Baihaqi] Selanjutnya, suatu ketika seorang sahabatnya, Imran, berkata bahwasanya ia pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, amalan-amalan apakah yang seharusnya dilakukan orang-orang?". Baginda Saw. menjawab: "Masing-masing dimudahkan kepada suatu yang diciptakan untuknya"…. [HR. Bukhari] “Barangsiapa mengamalkan apa yang diketahuinya, niscaya Allah mewariskan kepadanya ilmu yang belum diketahuinya.”…. [HR. Abu Na’im] ”Ilmu itu ada dua, yaitu ilmu lisan, itulah hujjah Allah Ta’ala atas makhlukNya, dan ilmu yang di dalam qalb, itulah ilmu yang bermanfaat.” …. [HR. At Tirmidzi] ”Seseorang itu tidak menjadi ‘alim (ber-ilmu) sehingga ia mengamalkan ilmunya.” …. [HR. Ibnu Hibban] Sekali peristiwa datanglah seorang sahabat kepada Nabi Saw. dengan mengajukan pertanyaan: ”Wahai Rasulullah, apakah amalan yang lebih utama ?” Jawab Rasulullah Saw.: “Ilmu Pengetahuan tentang Allah ! ” Sahabat itu bertanya pula “Ilmu apa yang Nabi maksudkan ?”. Jawab Nabi Saw.: ”Ilmu Pengetahuan tentang Allah Subhanaahu wa Ta’ala ! ” Sahabat itu rupanya menyangka Rasulullah Saw salah tangkap, ditegaskan lagi “Wahai Rasulullah, kami bertanya tentang amalan, sedang Engkau menjawab tentang Ilmu !” Jawab Nabi Saw. pula “Sesungguhnya sedikit amalan akan berfaedah bila disertai dengan ilmu tentang Allah, dan banyak amalan tidak akan bermanfaat bila disertai kejahilan tentang Allah”[HR. Ibnu Abdil Birr dari Anas] Kejahilan adalah kebodohan yang terjadi karena ketiadaan ilmu pengetahuan. Dengan demikian, kualiti amal setiap orang menjadi sangat berkaitan dengan keimanan dan ilmu pengetahuan karena ”Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, mereka diberi petunjuk oleh Rabb mereka kerana keimanannya … QS.[10]:9. Ilmu pengetahuan tentang Allah Subhanaahu wa Ta’ala adalah penyambung antara keimanannya dengan amalan-amalan manusia di muka bumi ini. Sebagaimana kaedah pengaliran iman yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. bahwasanya iman adalah sebuah tashdiq bi-l-qalbi yang di ikrarkan bi-l-lisan dan di amalkan bil arkan …Dengan itu di simpulkan bahawa kita jangan memisah ketiga komponen yang telah kita perhatikan tadi , kerana pemisahan setiap komponen menjadikan islam itu janggal dan susah dan sukar.
akidah, syari:ah dan akhlak. 9edangkan iman, ilmu dan amal barada didalamruang lingkup tersebut. Iman berorientasi terhadap rukun iman yang enam,sedangkan ilmu dan amal berorientasi pada rukun islam yaitu tentang tata caraibadah dan pengamalanya."kidah merupakan landasan pokok dari setiap amal seorang muslim dansangat menentukan sekali terhadap nilai amal, karena akidah itu berurusan denganhati. "kidah sebagai kepercayaan yang melahirkan bentuk keimanan terhadaprukun iman, yaitu iman kepada "llah, <alaikat*malaikat "llah, kitab*kitab "llah,>osul*rosul "llah, hari 8iamat, dan takdir.<eskipun hal yang paling menentukan adalah akidahiman, tetapi tanpaintegritas ilmu dan amal dalam perilaku kehidupan muslim, maka keislamanseorang muslim menjadi kurang utuh, bahkan akan mengakibatkan penurunankeimanan pada diri muslim, sebab eksistensi prilaku lahiriyah seseorang muslimmelambangkan batinnya.&eriman berarti meyakini kebenaran ajaran "llah 9NT dan >asulullah9"N. 9erta dengan penuh ketaatan menjalankan ajaran tersebut. 'ntuk dapatmenjalankan perintah "llah 9NT dan >asul kita harus memahaminya terlebihdahulu sehingga tidak menyimpang dari yang dikehendaki "llah dan >asulnya.¡ara memahaminya adalah dengan selalu mempelajari agama (Islam).Iman dan Ilmu merupakan dua hal yang saling berkaitan dan mutlak adanya. engan ilmu keimanan kita akan lebih mantap. 9ebaliknya dengan iman
orang yang berilmu dapat terkontrol dari sifat sombong dan menggunakanilmunya untuk kepentingan pribadi bahkan untuk membuat kerusakan."mal 9holeh merupakan ?ujud dari keimanan seseorana. "rtinya orangyang beriman kepada "llah 9NT harus menampakan keimanannya dalam bentuk amal sholeh. Iman dan "mal 9holeh ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapatdipisahkan. <ereka bersatu padu dalam suatu bentuk yang menyebabkan iadisebut mata uang. Iman tanpa "mal 9holeh juga dapat diibaratkan pohon tanpa buah.Hubungan ilmu dan amal dapat difokuskan pada dua hal. ertama, ilmuadalah pemimpin dan pembimbing amal perbuatan. "mal boleh lurus dan berkembang bila didasari dengan ilmu. alam semua aspek kegiatan manusiaharus disertai dengan ilmu baik itu yang berupa amal ibadah atau amal perbuatanlainnya. edua jika orang itu berilmu maka ia harus diiringi dengan amal. "malini akan mempunyai nilai jika dilandasi dengan ilmu. &egitu juga dengan ilmuakan mempunyai nilai atau makna jika diiringi dengan amal. eduanya tidak dapat dipisahkan dalam perilaku manusia. 9ebuah perpaduan yang salingmelengkapi dalam kehidupan manusia yaitu setelah berilmu lalu beramal."jaran Islam sebagai mana tercermin dari "l*8ur2an sangat kental dengannuansa–nuansa yang berkaitan dengan ilmu, ilmu menempati kedudukan yangsangat penting dalam ajaran islam. eimanan yang dimiliki oleh seseorang akan jadi pendorong untuk menuntut ilmu, sehingga posisi orang yang beriman dan berilmu berada pada posisi yang tinggi dihadapan "llah yang berarti juga rasa
takut kepada "llah akan menji?ai seluruh aktiPitas kehidupan manusia untuk beramal shaleh. engan demikian nampak jelas bah?a keimanan yang dibarengidengan ilmu akan membuahkan amal–amal shaleh. <aka dapat disimpulkan bah?a keimanan dan amal perbuatan beserta ilmu membentuk segi tiga pola hidupyang kokoh. Ilmu, iman dan amal shaleh merupakan faktor menggapai kehidupan bahagia.Tentang hubungan antara iman dan amal, demikian sabdanya,B"llah tidak menerima iman tanpa amal perbuatan dan tidak pulamenerima amal perbuatan tanpa iman EH>. "th*Thabrani . emudiandijelaskannya pula bah?a, B<enuntut ilmu itu ?ajib atas setiap muslim EH>.Ibnu <ajah dari "nas, H>. "l &aiha8i . 9elanjutnya, suatu ketika seorangsahabatnya, Imran, berkata bah?asanya ia pernah bertanya, ;Nahai >asulullah,amalan*amalan apakah yang seharusnya dilakukan orang*orang#;. &eliau 9a?.menja?ab+ ;<asing*masing dimudahkan kepada suatu yang diciptakan untuknya;EH>. &ukhari B&arangsiapa mengamalkan apa yang diketahuinya, niscaya "llahme?ariskan kepadanya ilmu yang belum diketahuinya. EH>. "bu Ma:im . Ilmuitu ada dua, yaitu ilmu lisan, itulah hujjah "llah Ta:ala atas makhlukMya, dan ilmuyang di dalam 8alb, itulah ilmu yang bermanfaat. EH>. "t Tirmid=i .
BAB IIIPENUTUP
3.1 'esm(ulan
I<"Mengertian iman dari bahasa "rab yang artinya percaya. 9edangkan menurutistilah, pengertian iman adalah membenarkan dengan hati, diucapkan denganlisan, dan diamalkan dengan tindakan (perbuatan). engan demikian, pengertianiman kepada "llah adalah membenarkan dengan hati bah?a "llah itu benar*benar ada dengan segala sifat keagungan dan kesempurnaanMya, kemudian pengakuanitu diikrarkan dengan lisan, serta dibuktikan dengan amal perbuatan secara nyata.Ladi, seseorang dapat dikatakan sebagai mukmin (orang yang beriman)sempurna apabila memenuhi ketiga unsur keimanan di atas. "pabila seseorangmengakui dalam hatinya tentang keberadaan "llah, tetapi tidak diikrarkan denganlisan dan dibuktikan dengan amal perbuatan, maka orang tersebut tidak dapatdikatakan sebagai mukmin yang sempurna. 9ebab, ketiga unsur keimanan tersebutmerupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan.
I<'ata ilmu berasal dari kata kerja Ralima, yang berarti memperoleh hakikat ilmu,mengetahui, dan yakin. Ilmu, yang dalam bentuk jamaknya adalah Rulum, artinyaialah memahami sesuatu dengan hakikatnya, dan itu berarti keyakinan dan pengetahuan. Ladi ilmu merupakan aspek teoritis dari pengetahuan. engan
Kaitan agama dengan masyarakat banyak dibuktikan oleh pengetahuan agama yang meliputi penulisan sejarah dan figur nabi dalam mengubah kehidupan sosial, argumentasi rasional tentang ati dan hakikat kehidupan, tentang Tuhan dan kesadaran akan maut menimbulkan relegi dan sila Ketuhanan Yang Maha Esa sampai pada pengalaman agama para tasauf.
Bukti-bukti itu sampai pada pendapat bahwaagama merupakan tempat mencari makna hidup yang final dan ultimate. Agama yang diyakini, merupakan sumber motivasi tindakan individu dalam hubungan sosialnya, dan kembali pada konsep hubungan agama dengan masyarakat, di mana pengalaman keagamaan akan terefleksikan pada tindakan sosial dan invidu dengan masyarakat yang seharusnya tidak bersifat antagonis.
Peraturan agama dalam masyarakat penuh dengan hidup, menekankan pada hal-hal yang normative atau menunjuk kepada hal-hal yang sebaiknya dan seharusnya dilakukan.
Contoh kasus akibat tidak terlembaganya agama adalah “anomi”, yaitu keadaan disorganisasi sosial di mana bentuk sosial dan kultur yang mapan jadi ambruk. Hal ini, pertama, disebabkan oleh hilangnya solidaritas apabila kelompok lama di mana individu merasa aman dan responsive dengan kelompoknya menjadi hilang. Kedua, karena hilangnya consensus atau tumbangnya persetujuan terhadap nilai-nilai dan norma yang bersumber dari agama yang telah memberikan arah dan makna bagi kehidupan kelompok.
1. Fungsi Agama
Ada tiga aspek penting yang selalu dipelajari dalam mendiskusikan fungsi agama dalam masyarakat, yaitu kebudayaan, sistem sosial, dan kepribadian. Ketiga aspek itu merupakan kompleks fenomena sosial terpadu yang pengaruhnya dapat diamati dalam perilaku manusia, sehingga timbul pertanyaan sejauh mana fungsi lembaga agama memelihara sistem, apakah lembaga agama terhadap kebudayaan adalah suatu sistem, atau sejauh mana agama dapat mempertahankan keseimbangan pribadi melakukan fungsinya. Pertanyaan tersebut timbul karena sejak dulu hingga sekarang, agama masih ada dan mempunyai fungsi, bahkan memerankan sejumlah fungsi.
Manusia yang berbudaya, menganut berbagai nilai, gagasan, dan orientasi yang terpola mempengaruhi perilaku, bertindak dalam konteks terlembaga dalam lembaga situasi di mana peranan dipaksa oleh sanksi positif dan negatif serta penolakan penampilan, tapi yang bertindak, berpikir dan merasa adalah individu itu sendiri.
Teori fungsionalisme melihat agama sebagai penyebab sosial agama terbentuknya lapisan sosial, perasaan agama, sampai konflik sosial. Agama dipandang sebagai lembaga sosial yang menjawab kebutuhan dasar yang dapat dipenuhi oleh nilai-nilai duniawi, tapi tidak menguntik hakikat apa yang ada di luar atau referensi transdental.
Aksioma teori di atas adalah, segala sesuatu yang tidak berfungsi akan hilang dengan sendirinya. Teori tersebut juga memandang kebutuhan “sesuatu yang mentransendensikan pengalaman” sebagai dasar dari karakteristik eksistensi manusia. Hali itu meliputi, Pertama, manusia hidup dalam kondisi ketidakpastian juga hal penting bagi keamanan dan kesejahteraannnya berada di luar jangkauan manusia itu sendiri. Kedua, kesanggupan manusia untuk mengendalikan dan mempengaruhi kondisi hidupnya adalah terbatas, dan pada titik tertentu akan timbul konflik antara kondisi lingkungan dan keinginan yang ditandai oleh ketidakberdayaan. Ketiga, manusia harus hidup bermasyarakat di mana ada alokasi yang teratur dari berbagai fungsi, fasilitas, dan ganjaran.
Jadi, seorang fungsionalis memandang agama sebagai petunjuk bagi manusia untuk mengatasi diri dari ketidakpastian, ketidakberdayaan, dan kelangkaan; dan agama dipandang sebagai mekanisme penyesuaian yang paling dasar terhadap unsur-unsur tersebut.
Fungsi agama terhadap pemeliharaan masyarakat ialah memenuhi sebagian kebutuhan masyarakat. Contohnya adalaha sistem kredit dalam masalah ekonomi, di mana sirkulasi sumber kebudayaan suatu sistem ekonomi bergantung pada kepercayaan yang terjalin antar manusia, bahwa mereka akan memenuhi kewajiban bersama dengan jenji sosial mereka untuk membayar. Dalam hal ini, agama membantu mendorong terciptanya persetujuan dan kewajiban sosial dan memberikan kekuatan memaksa, memperkuat, atau mempengaruhi adat-istiadat.
Fungsi agama dalam pengukuhan nilai-nilai bersumber pada kerangka acuan yang bersifat sakral, maka norma pun dikukuhkan dengan sanksi sakral. Sanski sakral itu mempunyai kekuatan memaksa istimewa karena ganjaran dan hukumannya bersifat duniawi, supramanusiawi, dan ukhrowi.
Fungsi agama di sosial adalah fungsi penentu, di mana agama menciptakan suatu ikatan bersama baik antara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang mempersatukan mereka.
Fungsi agama sebagai sosialisasi individu adalah, saat individu tumbuh dewasa, maka dia akan membutuhkan suatu sistem nilai sebagai tuntunan umum untuk mengarahkan aktifitasnya dalam masyarakat. Agama juga berfungsi sebagai tujuan akhir pengembangan kepribadiannya. Orang tua tidak akan mengabaikan upaya “moralisasi” anak-anaknya, seperti pendidikan agama mengajarkan bahwa hidup adalah untuk memperoleh keselamatan sebagai tujuan utamanya. Karena itu, untuk mencapai tujuan tersebut harus beribadah secara teratur dan kontinu.
Masalah fungsionalisme agama dapat dianalisis lebih mudah pada komitmen agama. Menurut Roland Robertson (1984), dimensi komitmen agama diklasifikasikan menjadi :
- Dimensi keyakinan mengandug perkiraan atau harapan bahwa orang yang religius akan menganut pandangan teologis tertentu, bahwa ia akan mengikuti kebenaran ajaran-ajaran tertentu.
- Praktek agama mencakup perbuatan-perbuatan memuja dan berbakti, yaitu perbuatan untuk melaksanakan komitmen agama secra nyata. Ini menyangkut hal yang berkaitan dengan seperangkat upacara keagamaan, perbuatan religius formal, perbuatan mulia, berbakti tidak bersifat formal, tidak bersifat publik dan relatif spontan.
- Dimensi pengalaman memperhitungkan fakta, bahwa semua agama mempunyai perkiraan tertentu, yaitu orang yang benar-benar religius pada suatu waktu akan mencapai pengetahuan yang langsung dan subjektif tentang realitas tertinggi, mampu berhubungan dengan suatu perantara yang supernatural meskipun dalam waktu yang singkat.
- Dimensi pengetahuan dikaitkan dengan perkiraan bahwa orang-orang yang bersikap religius akan memiliki informasi tentang ajaran-ajaran pokok keyakinan dan upacara keagamaan, kitab suci, dan tradisi-tradisi keagamaan mereka.
- Dimensi konsekuensi dari komitmen religius berbeda dengan tingkah laku perseorangan dan pembentukan citra pribadinya.
Umumnya, Kecenderungan sekularisasi mempersempit ruang gerak kepercayaan-kepercayaan dan pengalaman-pengalaman keagamaan yang terbatas pada aspek yang lebih kecil dan bersifat khusus dalam kehidupan masyarakat dan anggota-anggotanya.
Hal itu menimbulkan pertanyaan apakahan masyarakat sekuler mampu mempertahankan ketertiban umum secara efektif tanpa adanya kekerasan institusional apabila pengaruh agama sudah berkurang.
2. Pelembagaan Agama
Agama sangat universal, permanen, dan mengatur dalam kehidupan, sehingga bila tidak memahami agama, maka akan sulit memahami masyarakat. Hal yang harus diketahui dalam memahami lembaga agama adalah apa dan mengapa agama ada, unsur-unsur dan bentuknya serta fungsi dan struktur dari agama.
Dimensi ini mengidentifikasikan pengaruh-pengaruh kepercayaan, praktek, pengalaman, dan pengetahuan keagamaan dalam kehidupan sehari-hari. Dimensi-dimensi ini dapat diterima sebagai dalil atau dasar analitis, tapi hubungan antara empat dimensi itu tidak dapat diungkapkan tanpa data empiris.
Menurut Elizabeth K. Nottingham (1954), kaitan agama dalam masyarakat dapat mencerminkan tiga tipe, meskipun tidak menggambarkan keseluruhannya secara utuh.
- Masyarakat yang Terbelakang dan Nilai-nilai Sakral
- Agama memasukkan pengaruhnya yang sakral ke dalam sistem masyarakat secara mutlak.
- Nilai agama sering meningkatkan konservatisme dan menghalangi perubahan dalam masyarakat dan agama menjadi fokus utama pengintegrasian dan persatuan masyarakat secra keseluruhan yang berasal dari keluarga yang belum berkembang.
- Mayarakat-masyarakat Praindustri yang Sedang Berkembang
Pendekatan rasional terhadap agama dengan penjelasan ilmiah biasanya akan mengacu dan berpedoman pada tingkah laku yang sifatnya ekonomis dan teknologis dan tentu akan kurang baik. Karena adlam tingkah laku, tentu unsur rasional akan lebih banyak, dan bila dikaitkan dengan agama yang melibatkan unsur-unsur pengetahuan di luar jangkauan manusia (transdental), seperangkat symbol dan keyakinan yang kuat, dan hal ini adalah keliru. Karena justru sebenarnya, tingkah laku agama yang sifatnya tidak rasional memberikan manfaat bagi kehidupan manusia.
Agama melalui wahyu atau kitab sucinya memberikan petunjuk kepada manusia untuk memenuhi kebutuhan mendasar, yaitu selamat di dunia dan akhirat. Dalam perjuangannya, tentu tidak boleh lalai. Untuk kepentingan tersebut, perlu jaminan yang memberikan rasa aman bagi pemeluknya. Maka agama masuk dalam sistem kelembagaan dan menjadi sesuatu yang rutin. Agama menjadi salah satu aspek kehiduapan semua kelompok sosial, merupakan fenomena yang menyebar mulai dari bentuk perkumpulan manusia, keluarga, kelompok kerja, yang dalam beberapa hal penting bersifat keagamaan.
Adanya organisasi keagamaan, akan meningkatkan pembagian kerja dan spesifikasi fungsi,juga memberikan kesempatan untuk memuaskankebutuhan ekspresif dan adatif.
Pengalaman tokoh agama yang merupakan pengalaman kharismatik, akan melahirkan suatu bentuk perkumpulan keagamaan yang akan menjadi organisasi keagamaan terlembaga. Pengunduran diri atau kematian figure kharismatik akan melahirkan krisis kesinambungan. Analisis yang perlu adalah mencoba memasukkan struktur dan pengalaman agama, sebab pengalaman agama, apabila dibicarakan, akan terbatas pada orang yang mengalaminya. Hal yang penting untuk dipelajari adalah memahami “wahyu” atau kitab suci, sebab lembaga keagamaan itu sendiri merupakan refleksi dari pengalaman ajaran wahyunya.
Lembaga keagamaan pada puncaknya berupa peribadatan, pola ide-ide dan keyakinan-keyakinan, dan tampil pula sebagai asosiasi atau organisasi. Misalnya pada kewajiban ibadah haji dan munculnya organisasi keagamaan.
Lembaga ibadah haji dimulai dari terlibatnya berbagai peristiwa. Ada nama-nama penting seperti Adam a.s, Ibrahim a.s, Siti Hajar, dan juga syetan; tempatnya adalah Masjidil-Haram, Mas’a, Arafah, Masy’ar, Mina, serta Ka’bah yang merupakan symbol penting; ada peristiwa kurban, pakaian ihram, tawaf, sa’I, dan sebagainya.
Adam dan Hawa dalam keadaan terpisah, kemudian keduanya berdoa : “Ya, Tuhan kami, kami telah menganiaya diri sendiri, dan jika engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscayalah kami termasuk orang-orang yang merugi.” (Q.S al-A’raf : 23).
Setelah itu Allah SWT memerintahkan Adam untuk ibadah haji (pergi ke sesuatu untuk mengunjunginya). Saat sampai di suatu tempat (Arafah= tahu, kenal), maka bertemulah ia dengan Hawa setelah diusir dari surge. Sebab itu dalam pelaksanaan ibadah haji, ada ketentuan wukuf (singgah).
Nama nabi Ibrahim a.s selalu dikaitkan dengan Ka’bah sebagai pusat rohani agama Islam (Kiblatnya Islam). Pada suatu peristiwa Allah memerintahkan Jibril membawa Ibrahim a.s, Siti Hajar dan Ismail a.s putranya yang masih kecil ke Makkah dari Palestina. Di suatu tempat, Ibrahim a.s atas perintah Allah SWT supaya meninggalkan istri dan putranya. Kemudian Ismail menangis meminta air, tentu saja Siti Hajar menjadi khawatir dan gelisah, maka ia pun berlari mencari air ke bukit Shafa dan Marwa sebanyak tujuh kali.
Setelah itu dengan kuasa Tuhan, memancarlah air dari dekat kaki Ismail (sekarang sumur air Zam-zam). Sebab itu, dalam rukun Haji ada Sa’I (berlari kecil) sebanyak tujuh kali di bukit Shafa dan Marwa. Siti Hajar merupak lambang yang bertanggung jawab, tidak pasrah, perjuangan fisik dan meniadakan diri tenggelam ke dalam samudera cinta.
Kurban dikaitkan resmi dengan ibadah haji. Lembaga ini berhubungan dengan sejarah rohani Ibrahim a.s yang diperintahkan oleh Alla SWT untuk menyembelih putranya Ismail a.s, untuk menguji kesempurnaan tauhidnya. Sewaktu penyembelihan akan dilaksanakan, syetan sempat menggoda Ibrahim a.s agar tidak melaksanakan perintah Allah tersebut. Kemudian Ibrahim dan Ismail melemparkan batu ke arah suara syetan itu berasal. Untuk mengenang peristiwa itu, dalam pelaksanaan ibadah haji diwajibkan melempar jumrah (batu).
Sewaktu Ismail akan disembelih oleh Ibrahim a.s, ternyta Allah menggantinya dengan seekor gibas (domba) jantan. Firman Allah : “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah yaitu bagi orang yang sanggup mengadakan perjalanan pergi kesana. Barang siapa yang kafir (terhadap kewajiban haji), maka bahwasanya Allah Mahakuasa (tidak memerlukan sesuatu dari alam semesta)” (Q.S 3:97).
Jadi, kewajiban tersebut, esensinya adalah evolusi manusia menuju Allah dengan pengalaman agama yang penting. Mengandung simbolis dari filsafat “pencptaan Adam”, “sejarah”, “keesaan”, “ideology islam”, dan “ummah”.
Organisasi keagamaan yang tumbuh secara khusus, bermula dari pengalaman agama tokoh kharismatik pendiri organisasi keagamaan yang terlembaga.
Muhammadiyah, sebuah organisasi sosial Islam yang dipelopori oleh Kiai Haji Ahmad Dahlan yang menyebarkan pemikiran Muhammad Abduh dari Tafsir Al-Manar. Ayat suci Al-Quran telah memberi inspirasi kepada Ahmad Dahlan untuk mendirikan Muhammadiyah. Salah satu mottonya adalah, Muhammadiyah diapandang sebagai “segolongan dari kaum” mengajak pada kebaikan dan mencegah perbuatan jahat (amar ma’ruf, nahi ’anil munkar)
Dari contoh sosial di atas, lembaga keagamaan berkembang sebagai pola ibadah, pola ide-ide, ketentuan (keyakinan), dan tampil sebagai bentuk asosiasi atau organisasi. Pelembagaan agama puncaknya terjadi pada tingkat intelektual, tingkat pemujaan (ibadat), dan tingkat organisasi.
Tampilnya organisasi agama adalah akibat adanya “perubahan batin” atau kedalaman beragama, mengimbangi perkembangan masyarakat dalam hal alokasi fungsi, fasilitas, produksi, pendidikan, dan sebagainya. Agama menuju ke pengkhususan fungsional. Pengaitan agama tersebut mengambil bentuk dalam berbagai corak organisasi keagamaan.
• Keadaan Kenakalan dan Tingkah Laku Remaja di Masyarakat Remaja selalu menjadi tunas harapan bangsa dan negara tapi mengapa sekarang ini sangat menarik perhatian kita semua sebagai orang tua. Dan pendidik itu sebagai anggota di masyarakat, kita sering mendengar atau membaca di surat kabar tentang perkelahian antar pelajar, antar sekolah dan sebagainya dan kita hadapkan pada masalah remaja yang tergabung dalam masalah morfin yang berakibatkan fatal bagi masa depan dirinya sendiri. Masalah yang paling tajam bagi remaja adalah remaja yang meninggalkan bangku sekolah dan keluar masuk klub-klub orang nakal serta mengganggu keamanan masyarakat di sekitar lingkungan kita.4[4] Tindakan kekerasan dan agresi di kalangan anak dan remaja. Di Bandung menyebutkan bahwa pada tahun 1987 di Jakarta terjadi 160 kasus perkelahian anyar pelajar lalu menyusul di Jawa Timur yang paling gempar yaitu 167 kasus perkelahian, 76 kasus di Sumatera dan sebagainya.5[5] Jadi kenakalan remaja di negara kita menjadi rata-rata 23 – 25 proses pertahun. Sedangkan penyalahgunaan narkotika berkembang lebih cepat (Kompas 3 Mei 1978). Jadi kenakalan remaja tidak saja meningkat jenis perbuatannya.6[6] Tingkah laku remaja di masyarakat tidak hanya merusak dan nakal yang tersebut di atas, banyak pula kegiatan-kegiatan remaja di masyarakat yang baik seperti, kegiatan atau organisasi masyarakat, karang taruna, bahkan di jaman sekarang ini banyak masjid-masjid yang dibuat acara-cara pertemuan ataupun dibuat beribadah, dan mereka melakukan keaktifitasan sosial, budaya yang beraneka ragam contohnya mengadakan majlis ta’lim, majlis diba’ dan sebagainya. Jadi banyak pula remaja-remaja yang berperan penting di masyarakat sebagai idaman remaja yang Moslem di masyarakat.4[4] Kartini Kartono, Bimbingan Bagi Anak dan Remaja yang Bermasalah, Jakarta: PN. Rajawali, 1985. hal. 1135[5] Editor Edisi, No. 1/Tahun V 21 September 1992. hal. 636[6] Ibid. hal. 114
B. Faktor-Faktor yang Mendorong Terjadinya Kenakalan Remaja
- Faktor Orang Tua
Orang tua mempunyai peranan penting dalam urusan keluarga terutama pada anak- anaknya, sehingga sikap dan tingkah laku anak selalu meniru dari orang tua, sehingga satu sama lain saling menyesuaikan dalam hal bertingkah laku dan berhubungan kepada anak- anak. Jelas orang tua merupakan tempat pelindung dan bimbingan serta kasih sayang terhadap anak-anaknya. Orang tua yang ada yang bersikap memanjatkan dan ada pula yang bersikap terlalu keras yaitu terlalu membatasi kemana anak itu bergerak atau bertingkah laku, terutama jika terjadi suatu tindakan yang tidak sesuai dengan kehendak orang tua yang dipengaruhinya oleh adanya faktor-faktor yang mendasari terbentuknya keluarga tersebut, terutama faktor pendidikan yang telah diperoleh kedua orang tua.7[7]
b. Tanggung jawab orang tua terhadap anak
Yang dimaksud tanggung jawab orang tua adalah orang tua sadar dan mengetahui kedudukannya sebagai pelindung dalam hal kewajiban dan membina keluarga mulai sejak dari anak dilahirkan, baik mental atau keamanan serta kesehatan jasmani anak baik dan buruknya anak dalam keluarga adalah merupakan tanggung jawab dan hakekatnya anak itu dilahirkan dalam keadaan suci maka anak itu harus diberikan pendidikan dan hal-hal yang baik harus dibiasakan sejak kecil dan kebiasaan yang terpuji menurut ajaran Islam. Sesuai dengan seruan Allah yang berbunyi: •• ”. (QS. At-Tahrim: 6) Artinya; Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar,7[7] Zakiyah Derajat DR. Prof, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang. 1979 • 6. keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka danselalu mengerjakan apa yang diperintahkan (At-Tahrim;6)2. Faktor di Sekolaha. Hubungan Guru dan Murid Hubungan guru dengan murid memadukan dua populasi yang tidak sederajatkebudayaannya guru diilhami dengan peradaban, sedangkan murid merupakan orang yangdiberi peradaban. Jadi guru secara eksplisit mengadakan komunikasi dengan murid sehinggaia mengetahui apa yang terjadi dan bisa mencegah pelajaran, ikut banyak terlibat dalamkegiatan-kegiatan yang mengganggu tidak terlalu asyik dengannya, membina arus perubahankegiatan, mengelola resitasi dengan cara yang bisa membuat murid sibuk (misalnya,menciptakan ketidak pastian tata aturan yang mewajibkan murid). KOUNIN yang menganalisa pencegahan (desist) atau strategi guru dalam mencegahperbuatan yang tidak pantas dan pengaruh kedisiplinan terhadap kelompok, misalnya denganpencegahan yang dilakukan dengan marah itu akan lebih banyak pengaruhnya terhadapmurid. Dia juga menyimpulkan bahwa reaksi murid sekolah menengah atas terhadappencegahan dengan di lingkungan oleh guru, ada kaitannya dengan motivasi pelajar muriddan sikapnya terhadap guru. Jadi di dalam kelas itu sendiri guru bisa berhubungan denganmurid secara perorangan dibandingkan dengan pendekatan formal dan struktur peranan danjuga bertindak sebagai pendukung antara murid dan aspek-aspek yang lebih ketat dalamsistem pendidikan yang formal.b. Hubungan Murid dengan Murid Sebagaimana dinyatakan oleh seorang pengamat, kelompok teman sebanyak muriddianggap sebagai akarnya kelas (cohen) pada tahun 1972 pada umumnya kelompok tersebutdipandang dengan rasa curiga dan kuatir oleh guru yang berusaha menguasai kelas. Para ahlisosiologi berpendapat bahwa kelas memiliki sejumlah sistem status teman sebaya bahwasebagai murid mempengaruhi sikap dan tingkah laku murid lain di sekolah (menurutterminology sosiologi, murid bertindak sebagai refence group bagi murid lainnya. Aspekhubungan murid dengan murid yang paling banyak mendapat perhatian ialah perasaan muridterhadap satu sama lain sebagaimana yang diukur dengan tehnik yang disebut analisissosiometri).
Bila dialihkan pengertiannya maka hal ini menyatakan bahwa murid mencapai hasil belajarnya jika murid melihat adanya kepentingan hasil yang dicapai dengan baik, maka murid tersebut mendapatkan penghargaan dari teman sebayanya, apabila niscaya berguna untuk masuk perguruan tinggi.8[8] 3. Faktor Lingkungan Masyarakat
- Kondisi Lingkungan Lingkungan sekitar tempat tinggal anak sangat mempengaruhi perkembangan kepribadian anak. Di situlah anak memperoleh pengalaman bergaul dengan teman-teman di luar rumah dan sekolah. Kelakuan anak harus disesuaikan dengan norma-norma yang ada di lingkungan itu. Lingkungan sekitar rumah memberikan pengaruh sosial pertama pada anak, di luar keluarga di situlah ia dapat pengalaman untuk mengenal lingkungan sosial baru yang berlainan dengan yang dikenal di rumah. Dalam kondisi itu anak dapat mempelajari hal-hal yang baik akan tetapi mereka dapat juga mempelajari kelakuan yang baik, tergantung pada sifat kelompoknya anak-anak dapat dengan mudahnya mempelajari kata-kata kotor dan kenakalan dari teman-temannya. Daerah anak-anak nakal akan menghasilkan anak-anak nakal pula. Jadi dimana anak bergaul dan bermain tercermin pada kelakuan anak tersebut orang tua dan para pendidik untuk mengusahakan lingkungan yang sehat di luar rumah, untuk itu perlu adanya kerjasama dan bantuan dari seluruh masyarakat.9[9]
- Pendidikan Masyarakat Setempat Berdasarkan kacamata sosiologi dinyatakan oleh penganut-penganutnya DURKHEIM, seorang dididik dalam konfeks pendidikan tidak layak di menara khayal yang terasing dengan masyarakat. Atas dasar itu, relevan atau tidak, praktis atau tidak, berguna atau tidak sajian pendidikan yang diberikan, patokan pengukurnya ialah kebutuhan, hajat, atau tuntutan obyektif masyarakat itu sendiri. Pendidikan mesti difikirkan dan dirancang sejalan dengan kebutuhan dan tuntutan obyektif (politik, sosial, ekonomi) yang berkembang di masyarakat.8[8] Drs. Sanapiah Faisol. Sosiologi Pendidikan, hal. 187 - 1899[9] Ibid. hal. 173
Sekarang pendidikan bertugas mengantarkan anak didik ke dunia masyarakat dan ke dunia pengetahuan supaya mereka terbekali untuk hidup selaku warga masyarakat atau warga negara baik dalam dunia rumah tangga, dunia kerja, dunia kenegaraan, dan sebagainya. Yang jelas pada masyarakat kini semakin relevan suatu pendidikan yang dirancang untuk hidup, (pendidikan untuk hidup seutuhnya dan untuk hidup seutuhnya dan belajar sepanjang hidup). (Learning to be, and learning how to) (carn).10[10]10[10] Ibid. hal. 129 - 130
BAB III
ANALISA DAN PEMECAHAN MASALAH
A. Hakekat Pendidikan Agama
Pendidikan berarti usaha-usaha sistematis dan pragmatis dalam membentuk anak didik agar supaya mereka hidup sesuai dengan ajaran Islam.11[11] Jadi yang dimaksud dengan pendidikan agama bukanlah pendidikan (khusus) agama melainkan pendidikan yang berdasarkan agama atau menurut pandangan agama. Dan mutlak harus diberikan kepada pelajar baik lewat formal maupun non formal. Apalagi sejak pengumuman Menteri pendidikan dan kebudayaan (Prof. Dr. Bander Johan) dan Menteri Agama (KH. A. Wahid Hasyim). Pada satu Pebruari 1951 telah menetapkan peraturan pendidikan agama di sekolah-sekolah, sebagai berikut: - Di sekolah – sekolah rakyat pendidikan agama diajarkan dua jam dalam satu minggu, di sekolah lanjutan atas, baik sekolah umum maupun sekolah fak, diajarkan tidak boleh melebihi empat jam dalam satu minggu. - Guru-guru agama dilarang mengajarkan segala sesuatu yang mungkin dapat menyinggung perasaan orang yang memeluk agama dan kepercayaan yang lain. Pengumuman bersama ini dapat memberikan jiwa dan makan substansial dan terhadap konsepsi dan pelaksanaan nasional kita. Pendidikan agama sebagai proses memanusiawikan manusia agar mencapai tingkat optimal aktualisasi dirinya dalam rangka peribadatannya kepada kholik. Oleh karena itu kita tidak mungkin untuk menerima sesuatu konsepsi pendidikan yang dapat memerosotkan tingkat kepekaan keagamaan anak didik. Pemerosotan tingkat keagamaan dan peningkatan perusuhan persepsi keagamaan harus dicegah.12[12] Kepada seluruh lembaga-lembaga pendidikan mulai dari tingkat dasar sampai ke perguruan tinggi, agar mereka tidak memisahkan antara ilmu dan agmaa lalu mengajarkan11[11] Sukartini A, Ghofir, Slamet Yusuf, Metodik Khusus Pendidikan Agama, Surabaya: PN. Usaha Nasional, 1981, hal. 2512[12] Ahmad Tafsiri, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Jakarta: PN. Remaja Rosdakarya, 1982, hal. Pendahuluan
ilmu pengetahuan terpisah dari ilmu dari agama dan ilmu agama terpisah dari ilmu pengetahuan. Pemisahan ini sangat jelek pengaruhnya terhadap pendidikan dan betapa lebih jeleknya pengaruhnya terhadap pendidikan dan betapa lebih jeleknya jika di sekolah-sekolah diajarkan materi-materi pelajaran dengan berbagai metode yang berlawanan dengan gambaran dan ajaran-ajaran agama tersebut.13[13] B. Peranan Remaja Sebagai Generasi Muda Islam Pada mulanya apakah itu disebut pemuda, remaja, generasi muda Islam, niscayalah itu juga maksudnya yaitu kata yang mengandung pengertian, manusia yang berasal dari kelompok umur tertentu, biasanya antara umur 15 sampai dengan 40 tahun.14[14] Sekarang kelompok remaja di Indonesia berjumlah kurang lebih sepertiga dari penduduk Nusantara ini. Sehingga generasi muda Islam diarahkan untuk mempersiapkan kader-kader perjuangan Islam dan pembangunan nasional. Dengan materi pendidikan, keterampilan, kesejahteraan jasmani, daya kreasi, patriotisme, idealisme, kepribadian dan budi pekerti yang luhur. Untuk itu perlu diciptakan iklim yang sehat sehingga kemungkinan kreatifitas generasi Islam berkembang secara wajar dan bertanggung jawab. Untuk itu perlu adanya usaha-usaha guna mengembangkan generasi muslim untuk melihatkannya dalam proses kehidupan berbangsa dan bernegara serta melaksanakan pembangunan nasional.15[15] Jadi generasi Islam harus bisa menempa diri, berdidikasi tinggi, dan penuh tanggung jawab. Jika semata-mata bergantung pada yang lebih tua baik dalam bersikap, bertindak laku, dan menyuarakan fikiran dan pendapat, tentu hal ini sangat disayangkan, bukan berarti bahwa generasi muda harus menolak atau menutup diri terhadap kalangan generasi yang lebih tua. Barangkali akan lebih bijaksana jika pendapat atau pikiran generasi yang lebih tua itu didengar dan dipertimbangkan terhadap kepentingan dan aspirasi pemuda maka suara mereka belum tentu negatif semua. Maksudnya agar kita lebih arif mempertimbangkan sesuatu yang perlu diikuti dan mana yang tidak relevan dijadikan pegangan.13[13] Ridwan Saidi, Islam dan Moralitas Pembangunan, Jakarta: PN. Pustaka Panji Emas, 1984, hal. 314[14] M. Ja’far, Beberapa Aspek Pendidikan Islam, Surabaya: PN. Al-Ikhlas, 1981, hal. 7215[15] Andi Mappiri, Psikologi Remaja, Surabaya : PN. Usaha Nasional, 1982, hal. 122
• 11. Maka kita sebagai generasi muda jangan hanya mendendakan kejayaan masa lalu, tidak hanya meratapi kekalahan masa kini dan tidak hanya berangan-angan untuk mendapatkan kemenangan akan datang. Akan tetapi generasi Islam harus memiliki keyakinan bawa kejayaan itu bisa dicapai dengan berbanga-bangga, tetapi dengan prestasi bukan hanya banyak bicara. Dan generasi muda harus berprinsip bahwa penanggulangan tragedi saat ini. Dan merealisasikan cita-cita hari esok akan terwujud dengan bekerja keras.16[16] C. Langkah-Langkah Pencegahan Terhadap Kenakalan Remaja Maka kita tidak akan cepat-cepat menyalakan remaja setiap mereka membuat keributan, tapi masalah ini juga menyangkut kita semua, baik pemerintah, orang tua, pendidik, maupun masyarakat. Dari pemerintah juga sering melakukan pencegahan-pencegahan terhadap kenakalan di kalangan remaja dengan berbagai cara diantaranya adalah : 1. Pembinaan preventif yaitu pembinaan dan langkah-langkah yang bersifat pencegahan seperti ceramah-ceramah keagamaan, penyuluhan di sekolah-sekolah dan kegiatan-kegiatan sekolah yang bersifat positif. Petugas Kepolisian juga mengadakan operasi ke sekolah untuk mencegah terjadinya kenakalan remaja yang semakin brutal dan tak terkendali. Operasi ini banyak melibatkan dari aparat pemerintah seperti kamtip pemda, sampai aparat departemen P & K yang paling komputen dalam mengurusi masalah ini.17[17] 2. Pembagian refresif yaitu tindakan yang dilakukan oleh aparat Kepolisian dengan melakukan penangkapan dan pemeriksaan kepada oknum remaja yang dicurigai atau yang kedapatan bukti dan petunjuk yang menyangkut masalah tersebut. Sedangkan upaya-upaya yang dilakukan aparat terhadap mereka dengan melakukan pendataan dan pendataan nama, pendekatan kepada orang tua atau guru setempat dengan disuruh membuat surat pernyataan yang intinya tidak akan mengulangi kenakalannya. Dan ada pada petunjuk atau bukti melakukan tindakan pidana kriminal maka akan diproses secara hukum diseret ke pengadilan.16[16] Dewi Permatasari, Membangun Kemandirian Pemuda, Jawa Pos, Senin Kliwon 2 Nof. 1992 (opini), hal. 417[17] Yusuf Qordowi, Generasi Idaman, Jakarta: PN. Media Dakwah, 1990, hal. 144
• 11. Maka kita sebagai generasi muda jangan hanya mendendakan kejayaan masa lalu, tidak hanya meratapi kekalahan masa kini dan tidak hanya berangan-angan untuk mendapatkan kemenangan akan datang. Akan tetapi generasi Islam harus memiliki keyakinan bawa kejayaan itu bisa dicapai dengan berbanga-bangga, tetapi dengan prestasi bukan hanya banyak bicara. Dan generasi muda harus berprinsip bahwa penanggulangan tragedi saat ini. Dan merealisasikan cita-cita hari esok akan terwujud dengan bekerja keras.16[16] C. Langkah-Langkah Pencegahan Terhadap Kenakalan Remaja Maka kita tidak akan cepat-cepat menyalakan remaja setiap mereka membuat keributan, tapi masalah ini juga menyangkut kita semua, baik pemerintah, orang tua, pendidik, maupun masyarakat. Dari pemerintah juga sering melakukan pencegahan-pencegahan terhadap kenakalan di kalangan remaja dengan berbagai cara diantaranya adalah : 1. Pembinaan preventif yaitu pembinaan dan langkah-langkah yang bersifat pencegahan seperti ceramah-ceramah keagamaan, penyuluhan di sekolah-sekolah dan kegiatan-kegiatan sekolah yang bersifat positif. Petugas Kepolisian juga mengadakan operasi ke sekolah untuk mencegah terjadinya kenakalan remaja yang semakin brutal dan tak terkendali. Operasi ini banyak melibatkan dari aparat pemerintah seperti kamtip pemda, sampai aparat departemen P & K yang paling komputen dalam mengurusi masalah ini.17[17] 2. Pembagian refresif yaitu tindakan yang dilakukan oleh aparat Kepolisian dengan melakukan penangkapan dan pemeriksaan kepada oknum remaja yang dicurigai atau yang kedapatan bukti dan petunjuk yang menyangkut masalah tersebut. Sedangkan upaya-upaya yang dilakukan aparat terhadap mereka dengan melakukan pendataan dan pendataan nama, pendekatan kepada orang tua atau guru setempat dengan disuruh membuat surat pernyataan yang intinya tidak akan mengulangi kenakalannya. Dan ada pada petunjuk atau bukti melakukan tindakan pidana kriminal maka akan diproses secara hukum diseret ke pengadilan.16[16] Dewi Permatasari, Membangun Kemandirian Pemuda, Jawa Pos, Senin Kliwon 2 Nof. 1992 (opini), hal. 417[17] Yusuf Qordowi, Generasi Idaman, Jakarta: PN. Media Dakwah, 1990, hal. 144
- 12. Upaya-upaya Kepolisian harus didukung sepenuhnya oleh seluruh masyarakat danpartisipasi kita semua untuk mencegah terjadinya kenakalan remaja.
- 13. BAB IV PENUTUPA. Kesimpulan1. Pendidikan agama merupakan salah satu terjadinya kenakalan remaja yang perludiberikan pelajaran baik melalui pelajaran orang tua atau pendidikan sekolah ataupunmasyarakat.2. Pendidikan adalah salah satu dari aspek sasaran pembangunan bangsa menempatibagian dasar dalam usaha pendidikan yang tujuan membentuk pribadi yang luhur danbertaqwa.3. Dengan mengetahui faktor-faktor dan latar belakang yang mendukung terjadinyakenakalan remaja, maka kita tidak mau cepat-cepat menyalahkan remaja, disana setiapmereka membuat kesalahan atau keributan-keributan akan tetapi masalah ini menyangkutsemua pihak.4. Pendidikan yang diberikan kepada anaknya hendaklah dimulai dari kecil.5. Pendidikan adalah sebagai usaha, membawa manusia itu menuju kepada tujuan yangakhir, mendapat ketawakalan dalam agama Islam. Tujuan itu adalah penyerahan diri kepadaAllah SWT, sebagai tujuan hidup semua manusia alam sekitarnya.B. Saran-Saran1. Hendaknya kita selalu menjaga dan memelihara tingkah laku (budi pekerti)2. Kita sebagai generasi muda yang muslim jangan selalu bergantung pada generasi yanglebih tua, baik dalam bersikap, bertingkah laku, maupun menyuarakan pikiran atau pendapat.3. Wajib bagi kita untuk selalu mencegah atau menghentikan terjadinya kenakalan dikalangan remaja.4. Kepada para pendidikan janganlah mengadakan pengajaran ilmu pengetahuan terpisahdari ilmu agama dan ilmu agama terpisah dari ilmu pengetahuan.
0 Response to "PERANAN KELUARGA DALAM PEMBINAAN PENDIDIKAN AGAMA"
Post a Comment